PADANG | Dua pekan tanpa air bersih menjadi cerita getir yang kini dirasakan ribuan warga Kota Padang. Di balik deretan jeriken yang mengantre di sudut-sudut permukiman, kritik keras pun mengalir dari kalangan mahasiswa. Presiden Mahasiswa Universitas Dharma Andalas sekaligus Koordinator Pusat Aliansi BEM Se Sumatera Barat, Rifaldi, tampil ke depan menyuarakan kekecewaan publik atas kondisi darurat air bersih yang tak kunjung pulih di Kota Padang, Selasa 09 Desember 2025.Di tengah beban masyarakat yang kian berat, Rifaldi dengan tegas mengecam Wali Kota Padang dan Direktur PDAM Kota Padang yang dinilainya gagal menunjukkan kesigapan dalam memulihkan layanan air pascabencana. Dua minggu terputusnya suplai air bersih dianggap sebagai cerminan buruknya manajemen krisis di tubuh pemerintah daerah dan perusahaan daerah air minum.
Menurut Rifaldi, persoalan ini tidak boleh dipandang sebagai gangguan teknis semata. Air bersih adalah urat nadi kehidupan warga. Ketika aliran air berhenti, maka denyut aktivitas rumah tangga, kesehatan, hingga ekonomi warga ikut tersendat. Dalam situasi seperti ini, kehadiran pemerintah seharusnya terasa nyata.Ironisnya, bencana yang semula hanya berdampak di dua kecamatan justru meluas menjadi krisis kota. Buruknya mitigasi dan respons cepat dari PDAM membuat gangguan distribusi air merambah hampir ke seluruh wilayah Kota Padang. Dari perumahan padat penduduk hingga kawasan pinggiran, keluhan warga mengalir tanpa solusi yang pasti.
Di berbagai sudut kota, warga terpaksa membeli air galon untuk sekadar memasak dan mandi. Sebagian lainnya mengantre sejak dini hari demi setetes air yang bisa digunakan untuk kebutuhan harian. Beban pengeluaran meningkat, sementara kepastian pemulihan tak juga datang.
Dalam pernyataan sikapnya, Rifaldi menyebut keterlambatan ini sebagai bentuk ketidakbecusan dan kurangnya empati pengambil kebijakan. Ia menilai Wali Kota Padang gagal memastikan pelayanan dasar berjalan dalam situasi darurat. Air bersih, menurutnya, bukan fasilitas tambahan, melainkan hak fundamental yang tidak boleh ditawar.
Ia juga menegaskan bahwa krisis seperti ini tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa sikap tegas dari publik. Pembiaran hanya akan melanggengkan pola kelalaian yang sama di masa depan. Ketika negara abai pada kebutuhan paling mendasar warganya, maka suara masyarakat wajib menjadi pengingat.
Sebagai Ketua BEM UNIDHA dan Koordinator Pusat Aliansi BEM Se Sumatera Barat, Rifaldi menegaskan bahwa pelayanan air bersih adalah hak dasar warga Kota Padang, bukan privilese yang hadir hanya ketika pemerintah siap. Negara, kata dia, wajib hadir dalam situasi paling sulit sekalipun.
Aliansi BEM Se Sumatera Barat menyatakan berdiri bersama masyarakat yang kini menanggung beban paling berat dari krisis ini. Mahasiswa menuntut langkah cepat, transparan, dan terukur dari Pemerintah Kota Padang dan Direksi PDAM agar pemulihan layanan tidak hanya berhenti pada janji.
Rifaldi juga memberi sinyal bahwa gerakan mahasiswa tidak akan berhenti pada pernyataan sikap. Jika dalam waktu dekat tidak terlihat perbaikan nyata di lapangan, konsolidasi yang lebih luas dengan elemen masyarakat akan dilakukan untuk menuntut pertanggungjawaban secara terbuka.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari Wali Kota Padang maupun pihak PDAM Kota Padang yang menjelaskan secara rinci progres pemulihan layanan air bersih serta langkah konkret yang akan diambil untuk menjamin distribusi kembali normal.
Catatan Redaksi:
Berita ini disusun berdasarkan pernyataan resmi Ketua BEM UNIDHA dan Aliansi BEM Se Sumatera Barat sebagai bentuk kontrol sosial terhadap pelayanan publik.
Redaksi membuka ruang hak jawab bagi pihak Pemerintah Kota Padang dan PDAM Kota Padang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
TIM
0 Komentar